Fenomena islam ritual dan islam sosial menjadi kajian yang menarik perhatianku dalam khutbah jum’at kali ini yang dibawakan oleh ustadz Hasannah Lawang, sebenarnya aku sudah sering terlibat dalam diskusi ataupun kajian kajian formal maupun non formal berkaitan dengan topik tersebut. Indikator keimanan dan ketakwaan menjadi pengantar untuk mengidentifikasi tingkat keberislaman seseorang, dimana dengan mengutip ayat ayat alquran, ditegaskan bahwa keimanan itu berkaitan dengan interaksi personal transendensil antara seorang hamba dengan sang Ilahi dalam bentuk ibadah ibadah mandho’ seperti shalat puasa tadarrus dsb, namun demikian tingkatan tersebut belumlah cukup untuk menakar kesempurnaan keberislaman seseorang, karena selain dimensi personal transendensial tersebut seorang hamba harus mampu memposisikan dirinya sebagai mahluk sosial yang mesti mendatangkan kebermanfaaan bagi orang orang di sekitarnya dan inilah yang kemudian dijadikan indikator ketakwaan yang diimmplementasikan dalam bentuk interaksi interaksi sosial yang senantiasa berorientasi pada kemaslahatan ummat secara keseluruhan tanpa mendahulukan kepentingan pribadi atau ego, bentuk rillnya dapat dengan menyedekahkan sesuatu yang dicintai baik berupa uang ataupun barang dan jasa yang lainnya, memaafkan orang orang yang berbuat salah, ataupun sanggup bersabar atas berbagai kesulitan yang mendera, dan berbagai bentuk perilaku sosial yang mendatangkan kebaikan bagi orang orang di sekitar, sehingga pada akhirnya akan terbangun sebuah masyarakat yang saling menghargai dan saling memahami kekurangan dan kelebihan masing masing serta ditunjang akan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masing masing seperti yang pernah tergambarkan secara sempurna pada era kepemimpinan Rasulullah SAW.
Terus terang saja sejauh pengamatanku terhadap lingkungan terdekatku mulai dari keluarga di rumah sampai dengan lingkungan Pesantren tempatku bermukim selama ini masih lebih didominasi oleh praktek praktek islam ritual, sehingga jangan heran jika seringkali terjebak pada persoalan persoalan simbolik dan tidak substansial yang kemudian berujung pada perselisihan dan perpecahan antar sesama warga pesantren. Praktek praktek ketakwaan seperti saling menghargai pendapat masing masing yang tidak berkaitan dengan persoalan akidah, ataupun saling membantu dalam proses peningkatan kesejahteraan keluarga dalam kegiatan kegiatan ekonomi masih menjadi fenomena yang kurang hidup walaupun pada beberapa warga ada yang menjalankan itu. Ironis memang ditengah tengah masyarakat yang mengaku berpegang teguh pada ajaran suci islam masih terdapat ketimpangan ketimpangan dalam masyarakatnya seperti kesenjangan ekonomi yang mestinya bisa treratasi lewat zakat infaq ataupun sedekah, belum lagi persoalan kenakalan remaja yang selalu menghadirkan solusi yang tidak relevan dengan perkembangan zaman dan perkembangan psikologi remaja sehingga yang terjadi kemudian hanyalah berbagai riak riak pemberontakan bahkan dendam yang membatu dan menggunung yang setiap saat bisa saja memuntahkan berbagai bentuk kenekadan yang akan merusak tatanan dan ketentraman masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar